Sebelumnya bernama RSTP Ngawen Salatiga. Pada awal berdiri di tahun 1934, rumah sakit ini berfungsi sebagai tempat petirahan bagi penderita kesehatan paru yang pada masa itu lebih banyak didominasi oleh warga keturunan Belanda.
Dari fungsi awal tersebut, sampai saat
ini masih banyak anggota masyarakat yang menyebutnya dengan Sanatorium.
Pendirian Sanatorium tersebut dilatar belakangi dengan kondisi udara
yang sejuk karena secara geografis daerah Ngawen Salatiga memiliki
ketinggian kurang lebih 800 meter dari permukaan air laut dengan suhu
udara berkisar antara 18 – 29 C.
Kondisi tersebut dianggap sangat ideal
sebagai tempat petirahan bagi masyarakat Belanda yang terganggu
kesehatan parunya oleh karena wilayah Salatiga, Ambarawa dan sekitarnya
banyak ditinggali oleh warga negara Belanda, mengingat kota Salatiga
dan sekitarnya merupakan daerah konsentrasi militer/tentara Belanda
dengan status sebagai daerah gemeente/kota praja.
Memasuki masa penjajahan Jepang, fungsi
sanatorium ini masih tetap berlanjut, hanya penggunaannya sudah
mulai dimanfaatkan oleh warga negara Indonesia (pribumi),
meskipun pada saat itu pemberian pelayanan kesehatan belum juga
dilaksanakan. Baru pada tahun 1952 meskipun masih dengan sebutan
sanatorium, sudah mulai mulai dilakukan pemberian pelayanan ditandai
dengan adanya tenaga dokter, paramedis dan peralatan untuk pengobatan
penyakit TBC.
Sejalan dengan kebutuhan akan
penanggulangan penyakit paru yang pada masa – masa tersebut memiliki
angka kesakitan yang cukup tinggi, fungsi sanatorium dengan pemberian
pelayanan ditegaskan lagi dengan penyebutan institusi ini sebagai Rumah
Sakit Paru – Paru.
Rumah Sakit ini secara kelembagaan berada di bawah Departemen Kesehatan RI yang saat ini disebut dengan Kementrian Kesehatan, dengan struktur organisasi tidak jelas.
Baru pada tahun 1978 dengan Surat
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 137/MenKes/SK/IV/1978
ditetapkan Struktur Organisasi yang lebih jelas tugas pokok dan
fungsinya yaitu sebagai rumah sakit khusus yang menyelenggarakan
pelayanan terhadap penderita penyakit TB paru, dengan sebutan RSTP.
Beberapa sanatorium di Jawa Tengah yang ditetapkan sebagai RSTP hanya
RSTP “Ngawen” Salatiga dan RSTP Kalibakung Slawi Tegal, sedangkan 3 (
tiga ) eks sanatorium, masing-masing di Semarang, Klaten dan Purwokerto
dikonversi dengan Rumah Sakit Umum.
Selanjutnya pada tanggal 26 September
2002, dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI, nomor
1208/Menkes/SK/IX/2002, RSTP “Ngawen” Salatiga berubah nama menjadi
Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga, dan merupakan satu-satunya
rumah sakit paru di Provinsi Jawa Tengah.
Peluang ini menjadikan Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga
memiliki kesempatan untuk berkembang menjadi rumah sakit, dengan
cakupan wilayah yang cukup luas yaitu wilayah Jawa Tengah dan Provinsi
lain yang tidak memiliki RSTP. Peluang ini bertambah besar bila
ditinjau dari letak Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga yang
berlokasi diantara 3 (tiga) kota besar yaitu Semarang, Yogyakarta dan
Surakarta, dimana ketiga kota tersebut diharapkan mampu mendukung
keberadaan Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga baik dalam
pengadaan SDM, sarana maupun prasarana.
Perubahan situasi dan kondisi serta
perilaku hidup masyarakat mengisyaratkan, bahwa kedepan seharusnya
Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga kembali pada fungsi dan
tugas pokok melaksanakan dan penanggulangan dan penyembuhan penyakit
paru (tidak sebatas penanggulangan dan penyembuhan penyakit TB Paru
saja). Tugas ini secara riil telah dilakukan oleh Rumah Sakit
Tuberkulosa Paru- Paru “Ngawen” Salatiga.
Kemudian dengan terbitnya SK Menkes RI
tanggal 26 Pebruari 2004 Nomor : 190/MENKES/SK/II/2004 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Paru, yang meningkatkan tingkat
eselonisasi menjadi eselon IIb, hal ini membawa konsekuensi
bertambahnya beban kerja, kebutuhan dana SDM serta lebih luasnya
cakupan pelayanan.
Kemudian tahun 2004 terbit SK Menkes RI
tanggal 26 Pebruari 2004 Nomor: 190/MENKES/SK/II/2004 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Paru, yang membawa konsekuensi
bertambahnya beban kerja, kebutuhan dana dan SDM serta lebih luasnya
cakupan pelayanan, dengan nama RSP dr Ario Wirawan Salatiga, sebagai
rumah sakit eselon IIb.
Kebijakan pemerintah selanjutnya, dalam
hal ini Departemen Kesehatan RI menetapkan bahwa Unit Pelaksana Teknis
(UPT) Depkes RI sebagai Instansi Pemerintah yang menerapkan Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) berdasarkan SK
Menteri Keuangan no.274/KMK.05/2007 tanggal 21 Juni 2007 dan SK Menteri
Kesehatan No. 756/Menkes/SK/VI/2007 tanggal 26 Juni 2007.
Perkembangan selanjutnya dengan
diterbitkannya Permenkes Nomor 249/Menkes/Per/III/2008, tentang
Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga
mempunyai kesempatan untuk lebih berkembang, hal ini juga didukung
dengan keluarnya SK Menteri Kesehatan RI Nomor 438/Menkes/SK/VI/2009
tanggal 18 Juni 2009, tentang Peningkatan Kelas Rumah Sakit Paru dr.
Ario Wirawan Salatiga menjadi Rumah Sakit Khusus Kelas A, sehingga Rumah sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga
dapat lebih fleksibel dalam melaksanakan pengelolaan keuangan,
peningkatan dan pengembangan pelayanan guna memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat secara paripurna.
sumber : www.rspaw.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar